5 Pembunuhan Keji yang di Vonis Mati di Indonesia

[lihat.co.id] - Bagai dirasuki setan, para pembunuh ini menghabisi nyawa orang dengan sangat keji. 
Mereka telah divonis mati dan masih berupaya membela diri.

Jagal kejam ini dihukum mati lantaran perbuatannya yang terbukti terencana dan dinilai 
tidak ada satu alasan yang dapat meringankan hukuman mati tersebut terhadapnya.

Para pembunuh itu kini hanya bisa meratapi nasibnya dan menyesali segala perbuatannya di balik jeruji besi. Beberapa di antaranya masih melakukan upaya hukum supaya lolos dari tim eksekusi yang akan mencabut nyawa lewat bidikan senapan, Berikut 5 Pembunuhan Keji yang di Vonis Mati di Indonesia dilansir dari detik 

1. Rahmat Awafi, Pembunuh Ibu & Anak dalam Koper
[lihat.co.id] - Palu hakim agung Makhamah Agung (MA) diketok keras. Dengan tegas, 
3hakim agung menjatuhkan vonis mati terhadap Rahmat Awafi (26), 
 
pembunuh kejam ibu dan anak yang dibakar dan dimasukkan ke dalam koper, Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Rahmat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Mengabulkan kasasi jaksa, mengadili sendiri menjatuhkan hukuman mati," kata sumber resmi detikcom di peradilan, Perkara nomor 254 K/PID/2013 diadili pada 30 April 2013 dengan ketua majelis hakim Timur Manurung dan anggota Dr Dudu D Machmuddin dan Prof Dr Gayus Lumbuun. Di Pengadilan Negeri Jakara Utara (PN Jakut) dan Pengadilan Tinggi Jakarta, Rahmat hanya divonis 15 tahun penjara.

Putusan bulat, tidak ada perbedaan pendapat (dissenting opinion)," paparnya.
MA,berpendapat tidak ada alasan yang meringankan sedikit pun.Kasusnya pembunuhan berencana," kata sumber, Rahmat membunuh Hertati pada 14 Oktober 2011 dengan cara membekapnya hingga
 
lemas. Kemudian menusuk perut Hartati dengan sebilah pisau.Anak Hertati, ER, juga dihabisi setelah melihat ibunya tewas, Kedua mayat tersebut dibuang di 2 tempat terpisah yaitu di Jalan Kurnia, Gang D, Koja, Jakarta Utara dan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, setelah dimasukkan ke dalam koper dan kardus.
 
2. Prada Mart Lunglai
[lihat.co.id] - Prada Mart Azzanul Ikhwan (23) mendadak lemas dan hampir jatuh. Mukanya pucat, seolah tak menyangka apa yang baru saja ia dengar. Majelis hakim menjatuhkan vonis mati untuk anggota TNI itu dalam kasus pembunuhan ibu-anak Opon (39) dan Shinta (19).

Sesaat sebelum amar putusan dibacakan, Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Sugeng Sutrisno meminta dua petugas berdiri mengapit terdakwa. Hakim mengantisipasi reaksi terdakwa atas putusan hakim.

Jika sebelumnya Mart berdiri tegap dengan seragam loreng-lorengnya, usai mendengar ketokan palu, kakinya mulai menekuk. Dua petugas di samping kiri dan kanannya langsung sigap memegangi tangan Mart supaya tak jatuh.

Usai vonis dibacakan, Mart diminta duduk oleh hakim. Saat melangkah menuju kursi yang ditunjuk hakim, kaki Mart seolah lemas dan tak kuasa berpijak. Ia musti dipapah. Setelah duduk, ia dimintai tanggapannya atas putusan tersebut.

"Apa kamu menolak, menerima atau pikir-pikir atas putusan itu," tanya hakim, di Pengadilan Militer Bandung,  Karena didampingi penasihat hukum, Mart pun diminta berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Kembali saat melangkah menuju penasehat hakim, Mart kembali tak kuasa.
 
 Kami pikir-pikir," ujar penasihat hukum Mart.
Mart terus menunduk hingga kemudian melepaskan baret hijau yang dipakainya. Sementara oditur langsung menyatakan menerima atas putusan hakim. Pernyataan oditur pun kembali disambut riuh pengunjung sidang, Selain mendapat hukuman mati, Mart juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencopotan sebagai anggota TNI.

3. Suwandi Bunuh 1 Keluarga
[lihat.co.id] - Suwandi (43) dijatuhi vonis mati oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Rantau Prapat, Sumatera Utara (Sumut), gara-gara membunuh 5 orang sekaligus. Vonis ini sama seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam persidangan yang berlangsung Rabu (28/3/2012) sore di Rantau Prapat, sekitar 288 kilometer dari Medan, majelis hakim yang dipimpin Aimafni Arli menyatakan Suwandi bersalah melanggar pasal 340 KUHP dalam kasus pembunuhan terhadap satu keluarga.

Pembunuhan itu terjadi pada 22 Juni 2011 lalu di rumah korban yang berada di Kelurahan Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Labuhan Batu. Kelima korban pembunuhan itu yakni Supriadi (45), istrinya Wagiyem (40), serta ketiga putranya, Juni Ananda Azhari (17), Ridwan (15) dan Arif Pradana (8).

Dalam persidangan diketahui, ternyata pembunuhan itu sudah direncanakan terdakwa beberapa hari sebelumnya. Motif pembunuhan itu karena sakit hati. Korban Supriadi menagih utang yang mencapai puluhan juta rupiah.

Pada hari kejadian, terdakwa numpang menginap di rumah korban dan kemudian mencampur racun tikus pada makanan yang disajikan kepada para korban. Terdakwa juga melakukan pemukulan dengan menggunakan balok kayu pada beberapa korban yang tidak langsung tewas setelah makan makanan beracun itu. Ada juga korban tewas yang dimasukkan ke sumur dan tewas dipukuli di perkebunan karena berupaya melarikan diri dari kejaran terdakwa.

Tindakan terdakwa yang sadis ini membuat Jaksa Penuntut Umum Emy Manurung kemudian mengajukan tuntutan hukuman mati kepada Suwandi. Ternyata majelis hakim juga menetapkan hukuman mati.

Berkenaan dengan penetapan bersalah dan divonis mati terhadap Suwandi, kuasa hukum terdakwa Sriani menyatakan kemungkinan menempuh upaya hukum banding, Kita akan mengajukan banding," kata Sriani.

4. Ryan, Penjagal 11 Orang
[lihat.co.id] - Very Idham Henyansyah alias Ryan siap menantang maut. 
Dia ingin, kalau kelak nanti dieksekusi mati di hadapan regu tembak, dia tidak ditutup matanya.

"Ya pastinya sakitlah nanti pas dieksekusi. Tapi, saya enggak mau ditutup mata waktu eksekusi,"
 jelas Ryan saat ditemui di LP Kelas I Kesambi, Cirebon, Jabar, Jumat (15/10/2010).

Dia beralasan, kalau mata ditutup saat eksekusi, itu sama saja seolah menunggu mati.
Dia tidak mau menunggu maut dengan hati berdebar, Itu buat kaya menunggu kapan dieksekusinya. 
 
Misalnya kalau mata gue dibuka enggak akan lebih deg-degan," terangnya.
Ryan yang saat ditemui terbaring di ruang perawatan ini juga mengaku, satu hal yang dia sesali saat eksekusi nanti terkait dengan ibunya. Kenapa? Dia merasa belum bisa berbakti secara penuh kepada ibunya.

"Dulu waktu di Pondok Rajeg, ibu tiap minggu bolak balik nengok. 
Kasih sayang dia enggak ada batasnya, meskipun gue dibilang pembunuh," terangnya.

Ryan divonis mati di persidangan di PN Depok pada 2009 lalu. Dia terbukti membunuh 11 orang. Ryan telah mengajukan banding, kasasi, dan PK ke MA. Namun upaya hukumnya semua ditolak.
"Sekarang sedang menunggu grasi," tutupnya.